Pendakicantik.com – Gubernur Bali I Wayan Koster tengah merancang peraturan khusus untuk membatasi kegiatan pariwisata di beberapa gunung di Pulau Dewata.
Hal itu terjadi setelah beberapa gunung dimasukkan sebagai kawasan suci dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bali periode 2023-2043.
Baca juga: Respon Gunung soal Rencana Gunung Agung Jadi Kawasan Suci di Bali
“Tadi saya ikuti arahan perdanya pertama ada aspek kawasan suci termasuk ada gunung diatur mulai dari bawah sampai ke puncak gunung, dijadikan sebagai kawasan suci,” kata Koster dalam rapat paripurna di Ruang Sidang Utama DPRD Bali, Senin (30/1/2023).
Menurut Koster, para leluhur menganggap gunung di Bali sebagai tempat suci. Oleh karena itu, sejumlah ritual keagaman, semedi, dan yoga yang sering dilakukan di gunung tersebut.
Baca juga: Anak Krakatau Menjadi Gunung Api Teraktif dan Masih Terjadi Erupsi
Pemprov Bali akan Buat Peraturan Khusus Pembatasan Pendakian Gunung
Namun, gunung-gunung di Bali banyak yang dinilai ternodai karena aktivitas wisata yang kebablasan berkedok destinasi wisata alam.
Oleh karena itu, Pemprov Bali akan membuat peraturan untuk mengendalikan kegiatan wisata di area gunung, sehingga kesucian di kawasan tersebut tetap terjaga.
“Supaya aktivitas di gunung dapat dikendalikan. Tidak lagi bebas masuk, dijadikan destinasi wisata ke atas sampai main dengan menggunakan sepeda motor ke puncak gunung itu sudah kebablasan,” katanya.

“Jadi aktivitasnya hanya untuk kepentingan upacara ritual atau kaitannya secara khusus itu yang akan kami lakukan dengan waktu cepat lagi,” kata dia.
Koster mendapat sejumlah laporan terkait beberapa wisatawan mengalami kecelakaan saat mendaki di Gunung Batur, Kintamani, Bangli.
Baca Juga: Cahaya Misterius Melintasi Langit Di Atas Gunung Merapi
Ia menyakini kecelakaan tersebut sebagai tanda peringatan dari alam karena telah menodai kesucian kawasan tersebut.
Selain itu, warga desa setempat harus membuat upacara pembersihan atau mecaru agar mereka terhindar dari bencana atau gangguan akibat kecelakaan itu.

“Begitu ada yang meninggal Desa Adat harus melakukan Mecaru, atau upacara lain. Memang apa yang kita dapat sampai kita harus korbankan kawasan suci jadi karena itu dengan pengaturan ini saya akan menimbang lagi apakah cukup dengan Perda/Pergub/SE,” kata dia.