Dampak penutupan kawasan wisata alam Gunung Papandayan, Garut sudah mulai dirasakan oleh para pedagang yang tidak memperoleh penghasilan selama dua bulan terakhir.
Seperti tempat wisata lainnya, Gunung Papandayan ditutup oleh pihak pengelola untuk memotong mata rantai penyebaran pandemi Covid-19.
Akibat dari penutupan ini nyatanya tidak hanya dirasakan oleh pihak pengelola, tetapi juga para pelaku usaha yang mengaku sudah tidak punya apa-apa lagi.
Pedagang Mengeluh

Berdasarkan keterangan pengelola Gunung Papandayan, Tri Gaban melansir detik.com pada Rabu (3/6/2020) sudah banyak pedagang mengeluh dan mempertanyakan kapan akses akan dibuka lagi.
Para pedagang di sekitar gunung itu rata-rata menjual makanan dan aksesoris untuk para pendaki dan pengunjung lain.
Agar bisa bisa bertahan hidup selama pandemi, para pedangan terpaksa menggadai semua kepunyaan mereka. Hal ini membuat mereka tidak punya apa-apa lagi dan sudah mulai kehabisan bekal hidup.
Para pedagang juga mengaku bahwa hingga saat ini, harta benda mereka tinggal rumah yang ditempati bersama keluarga.
New Normal Jadi Angin Segar

Wacana new normal yang direncanakan pemerintah sedikit membawa angin segar bagi pelaku usaha di Gunung Papandayan.
Namun new normal yang belum diterapkan di Garut hingga kini membuat mereka harus menunggu.
Tri berharap new normal segera diterapkan di Kabupaten Garut. Sebab, selain para pedagang, ada ratusan karyawan yang bekerja di sana. Mereka hingga kini masih bekerja.
Pengelola mengaku kebingungan jika situasi seperti saat ini berlangsung lama. Sebab, mereka tetap harus menggaji karyawannya.
“Kami berharap secepatnya segera dilaksanakan new normal. Kami juga siap membuka wisata tentunya dengan protokol kesehatan,” terangnya.
Tentang Gunung Papandayan

Gunung Papandayan adalah gunung api strato yang terletak di Kabupaten Garut, Jawa Barat tepatnya di Kecamatan Cisurupan.
Gunung dengan ketinggian 2665 meter di atas permukaan laut itu terletak sekitar 70 km sebelah tenggara Kota Bandung.
Pada Gunung Papandayan, terdapat beberapa kawah yang terkenal. Di antaranya Kawah Mas, Kawah Baru, Kawah Nangklak, dan Kawah Manuk. Kawah-kawah tersebut mengeluarkan uap dari sisi dalamnya.
Topografi di dalam kawasan curam, berbukit dan bergunung serta terdapat tebing yang terjal.
Menurut kalisifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type iklim B, dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm/thn, kelembaban udara 70 – 80 % dan temperatur 10 °C.
Sejarah dan Asal Usul

Sejarah atau asal-usul penaman Gunung Papandayan bemula dari sekelempok masyarakat yang mendengar suara gaib pada saat melintasi Gunung Papandayan.
Suara yang didengar oleh sekelompok masyarakat itu terdengar seperti suara besi yang dipukul.
Suara yang sama seperti seorang tukang pandai besi yang sedang membuat suatu perkakas seperti pisau, golok dan lain-lain.
Sebelumnya mereka mengira suara itu suara dari mahluk ghaib, usut punya usut ternyata suara itu berasal dari kawah Gunung Papandayan.
Karena suara yang keluar dari dalam Kawah Gunung Papandayan berbunyi seperti suara di tempat kerja pandai besi maka gunung ini diberi nama Gunung Papandayan.
Nama Sunda

Papandayan diambil dari bahasa Sunda “Panday” yang artinya orang yang bekerja sebagai pandai besi.
Benar atau tidaknya sejarah ini belum bisa dipastikan karena tidak ada yang menjelaskan secara rinci.
Terlepas dari semua itu, inilah cerita yang berkembang di masyarakat sekitar kaki Gunung Papandayan.
Sejak jaman Kolonial Belanda hingga saat ini, Gunung Papandayan masih menyandang status Gunung Api aktif yang kawahnya menyemburkan asap panas dan membuat lubang semburan baru seiring berjalannya waktu.
Gunung Api Aktif

Dalam catatan sejarah, Gunung api Papandayan tercatat telah beberapa kali meletus di antaranya pada 12 Augustus 1772, 11 Maret 1923, 15 Agustus 1942, dan 11 November 2002.
Letusan besar yang terjadi pada tahun 1772 menghancurkan sedikitnya 40 desa dan menewaskan sekitar 2957 orang. Daerah yang tertutup longsoran mencapai 10 km dengan lebar 5 km.
Pada 11 Maret 1923 terjadi sedikitnya 7 kali erupsi di Kawah Baru dan didahului dengan gempa yang berpusat di Cisurupan.
Pada 25 Januari 1924, suhu Kawah Mas meningkat dari 364 derajat Celsius menjadi 500 derajat Celcius. Sebuah letusan lumpur dan batu terjadi di Kawah Mas dan Kawah Baru dan menghancurkan hutan.
Letusan Material

Sementara letusan material hampir mencapai Cisurupan. Pada 21 Februari 1925, letusan lumpur terjadi di Kawah Nangklak. Pada tahun 1926 sebuah letusan kecil terjadi di Kawah Mas.
Sejak April 2006 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan status Papandayan ditingkatkan menjadi waspada, setelah terjadi peningkatan aktivitas seismik.
Pada 7-16 April 2008 Terjadi peningkatan suhu di 2 kawah, yakni Kawah Mas (245-262 derajat Celsius), dan Balagadama (91-116 derajat Celsius).
Sementara tingkat pH berkurang dan konsentrasi mineral meningkat. Pada 28 Oktober 2010, status Papandayan kembali meningkat menjadi level 2.