#PendakiCantik – Selain Soe Hok Gie, ada satu orang lagi yang sangat dihormati oleh para pendaki Indonesia meski kurang terlalu populer yaitu Norman Edwin.

Meski namanya tak setenar Soe Hok Gie, namun kisah-kisah pendakian Norman Edwin faktanya mampu menginspirasi para pendaki hingga kini.

Berbeda dengan Soe Hok Gie yang meninggal saat mendaki di gunung Indonesia, Norman Edwin dikabarkan meninggal justru saat sedang mendaki ke salah satu gunung tertinggi dunia, Aconcagua.

Profil Norman Edwin

 

View this post on Instagram

 

A post shared by PENDAKI CUPU INDONESIA (@pendaki.cupu)

Norman Edwin merupakan tokoh pendaki berdarah Palembang-Cirebon.

Hobinya pada dunia petualangan dimulai sejak duduk di bangku SMA, dan makin memuncak saat dirinya bergabung dalam komunitas pencinta alam MAPALA UI.

Dalam catatan sejarahnya Norman ternyata aktif berkegiatan di alam, mulai dari mendaki gunung (hiking), panjat tebing (rock climbing), telusur goa (caving), berlayar (sailing), arung jeram (rafting), menyelam (diving) atau terjun payung.

Kecintaan Norman Edwin pada dunia petualangan membuatnya banyak menorehkan karya berupa tulisan di berbagai media seperti Mutiara, Suara Alam dan Kompas.

Bukti kecintaan lainnya, Norman menerbitkan sebuah buku hasil karyanya yang berjudul “Mendaki Gunung adalah Sebuah Tantangan Petualangan”, terbitan PT. Aya Media pada tahun 1987.

Buku ini lantas banyak menginspirasi komunitas pencinta alam di seluruh Indonesia.

Penggagas Seven Summits Indonesia

Meski tak banyak yang tahu, namun nama Norman Edwin dikenang sebagai orang pertama yang berambisi mengangkat nama Indonesia dengan program Seven Summits dan mengibarkan sang saka Merah Putih di tujuh puncak dari tujuh benua.

Hingga akhirnya ambisi ini diwujudkan dalam ekspedisi seven summits bersama MAPALA UI.

Sudah sangat lama sejak ambisi dikobarkan, hingga saat ini Indonesia bahkan masih terus menjalani ekspedisi menjamah tujuh puncak tertinggi dunia.

Salah satu contohnya adalah ekspedisi yang dilakoni oleh The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU).

Empat Gunung Berhasil Didaki

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Djati outdoor Ciamis (@djati_outdoor)

Sebagai orang Indonesia pertama yang menggaungkan ekspedisi Seven Summits, prestasi Norman Edwin sangat membanggakan.

Dia berhasil menggapai empat puncak tertinggi dunia, di antaranya adalah Cartensz Pyramid di Papua (4.884 meter), McKinley di Alaska, Amerika Serikat (6.194 meter), Kilimanjaro di Tanzania, Afrika (5.894 meter), dan Elbrus di Rusia (5.633 meter).

Namanya lantas begitu terkenal, tak hanya di Indonesia namun juga di mancanegara.

Jika keempat gunung ini telah berhasil didaki, maka Norman hanya butuh mendaki ketiga puncak tertinggi lainnya untuk menyelesaikan misi seven summitsnya.

Ketiga gunung tersebut di antaranya Gunung Everest (8.850 meter), Aconcagua (6.959 meter), dan Vinson Massif (4.897 meter).

Berakhir di Aconcagua

Setelah sukses mendaki keempat puncak tertinggi dunia, Februari – Maret 1992 Norman Edwin bersama timnya berangkat untuk mendaki ke Gunung Aconcagua.

Sebuah gunung di Argentina dekat perbatasan Chili yang merupakan gunung terbesar di Benua Amerika.

Tercatat dalam sejarah orang pertama yang berhasil menggapai Puncak Aconcagua adalah Matthias Zurbriggen pada tahun 1897.

Norman Edwin kala itu berangkat mendaki Aconcagua bersama empat orang lainnya yaitu Didiek Samsu, Rudy Nurcahyo, Mohammad Fayez, dan Dian Hapsari.

Berdasarkan berita Kompas yang dikutip melalui tulisan Harry Susilo, ekspedisi tersebut dilakukan pada 12-27 Februari 1992 melalui jalur Gletser Polandia menuju jajaran pegunungan Andes, Argentina.

Jalur ini konon lebih sulit dari jalur lain yang ada di Aconcagua.Ekspedisi kelima Norman Edwin tak pernah mudah. Dia beserta tim harus mengurungkan pendakian karena kendala kesehatan akibat cuaca.

Fayez, Dian dan Rudy bahkan harus menggagalkan pendakian karena kondisi yang tak memungkinkan.

Meninggal Karena Frisbite

Di lain kesempatan Norman dan Didiek berangkat mendaki Ancocagua tanggal 12 Maret 1992.

Dikabarkan bahwa tanggal 19 Maret Norman diduga mengalami frosbite pada tangannya sementara Didiek mengalami kebutaan akibat pantulan sinar matahari di atas es.

Tanggal 23 Maret 1992, jenazah Didiek Samsu ditemukan di dalam kantong tidur di Refugio Independenzia, ketinggian 6.400 meter.

Tanggal 2 April jenazah Norman ditemukan oleh ranger gunung dalam kondisi mayat yang sudah membeku. Dan inilah akhir dari ekspedisi gunung Norman.

Dia meninggal saat melakukan pendakian ke puncak kelimanya di Aconcagua. Dalam dekapan alam yang begitu dicintainya.

Share.