Pendakicantik.com – Kali ini Pendakicantik akan berbagi kisah tentang misteri yang terdapat pada gunung-gunung yang ada di pulau Jawa. Salah satu Gunung Slamet yang sangat terkenal dengan keangkerannya tepatnya di Pos 4, Pos Samarantu.

Di pos 4 jalur pendakian Gunung Slamet sering beredar cerita yang dibagikan oleh para pendaki tentang kejadian-kejadian misteriusnya. Konon katanya, di pos Samarantu banyak dihuni oleh jin-jin penunggu yang suka mengganggu para pendaki yang melintasi jalur pos 4.

Samarantu berasal dari gabungan dua kata yaitu samar dan hantu. Sehingga bisa diartikan pos Samarantu merupakan pos yang secara samar-samar yang ditunggui oleh para hantu. Banyak kisah-kisah misteri yang beredar.

Baca juga: JALUR PENDAKIAN GUNUNG SLAMET VIA BAMBANGAN DIBUKA KEMBALI

Foto: Pendaki Cantik –

Kisah Perempuan Berkaki Terbalik Pos 4 Samarantu Gunung Slamet 1998

Kisahnya merupakan sharing pengalaman salah seorang sahabat pendaki di grup facebook @ReyRey. Hal-hal mistis seperti ini boleh dipercaya, boleh juga diabaikan. Tetapi intinya ketika di alam bebas sebagai tamu (pendaki) kita haruslah bersikap sopan dan jaga etika agar pendakianmu tetap nyaman dan aman.

Rekan Seperjalanan Menuju Gunung Slamet

Sabtu 28 Nopember 1998 , menjelang senja, Bada Ashar saya berempat kembali mencoba pendakian pertama kali ke Gunung Slamet via Bambangan. Pukul 17.00 WIB kami berempat berkumpul di Stasiun Beos atau Stasiun Kota untuk menunggu pemberangkatan Kereta menuju Stasiun Purwokerto jalur selatan melewati Bandung – Kroya.

Sebelum masuk maghrib, kami makan gorengan dan pecel di pinggiran peron stasiun, sampai selesai masuk sholat maghrib kami sudah siap-siap menunggu kereta yang akan berangkat pukul 19.00 WIB. Sungguh membosankan menunggu waktu.

Setelah lama menunggu, kami berempat akhirnya dapat bangku di gerbong kedua terakhir dari belakang. Tidak banyak yang naik kereta saat itu. Ada beberapa pendaki juga di dalam gerbong bersama kami. Kebanyakan mahasiswa pecinta alam terlihat dari slayer atau bandana yang diikatkan di leher mereka. Dalam perjalanan kami bersenda gurau. Kala itu di dalam gerbong masih bisa merokok.

Di tengah asyiknya obrolan, dua orang mahasiswa pria dan wanita melintasi bangku kami menuju kamar kecil di ujung Bordes Gerbong. Terlihat nama mereka Wiwit dan Yudha dengan bordiran menempel di baju PDL berwarna hijau dan slayer berwarna merah. Mereka berdua senyum ke arah kami berempat. Selesai dari toilet ,Yudha mendekati Polan dan Bamba yang kebetulan bangkunya di dekat jendela, dan langsung bertanya

Yudha: “Mau naik kemana nih?” sambil tersenyum.

Bamba menjawab “Gunung Slamet”

Yudha menjawab “ohhh sama dong sama rombongan kita”

Wanita di sebelahnya kembali bertanya “cuma berempat aja?”

Bamba menjawab “iya mbak cuma segini aja”.

Saya hanya senyum-senyum aja ke arah mereka .

Dan Yudha pun menimpali lagi “Nanti barengan aja naik mobil nya, kita bisa patungan”

Dan kami berempat senyum-senyum tanda setuju, dan Yudha serta Wiwit meninggalkan kami menuju bangku mereka.

Foto: Pendaki Cantik –

Bertemu Sosok Lucia Di Gerbong Kereta

Setelah ngobrol ngalor ngidul saya tertidur duluan dengan kepala menyender dekat jendela kereta, entah jam berapa saat itu saya terbangun saat kereta melintasi Stasiun Bandung tidak berhenti. Saya lihat ketiga teman saya tertidur pulas dan rombongan mahasiswa ada beberapa yang masih ngobrol-ngobrol.

Ada beberapa pedagang lalu lalang menawarkan jajanan mulai dari kopi sampai nasi bungkus, perut saya lapar tapi saya mau buang air kecil. Saya menuju toilet dekat Bordes, sebelum saya mau membuka pintu toilet ternyata pintu tersebut baru saja ditutup oleh seseorang, saya hanya melihat bagian ujung lengan baju dan jemarinya saja. Saya menunggu hampir 10 menit, seseorang tersebut tidak keluar dari toilet dan saya berinisiatif untuk pindah toilet di ujung gerbong depan.

Sebelum saya balik badan, ternyata mahasiswi rombongan Yudha membuka pintu gerbong hampir menabrak saya, namanya Lucia. Dia menunjuk toilet ke arah saya tanpa berkata;

saya menjawab “Udah 10 menit orang nya nggak keluar-keluar mbak”

Dan Lucia mendekati pintu toilet tanpa sengaja pintu toilet terbuka sendiri tanpa ada orang di dalam nya. Saya dan Lucia kaget. Dan saya tidak mau melanjutkan obrolan tersebut dan langsung pindah ke toilet di gerbong depan.

Selesai ke toilet saya kembali tertidur di bangku dan terbangun sudah pukul 05.30 WIB dan akan masuk ke Stasiun Kroya. Saya membangunkan teman-teman semua, kereta ternyata mengganti kepala lokomotif dan lumayan lama sekitar 10 menit berhenti. Setelah selesai kepala lokomotif berganti, kereta dilanjutkan menuju Stasiun Purwokerto dan kami tiba pukul 06.45 WIB. Kami semua turun dari kereta dan hampir 12 jam berada di kereta karena melintasi jalur selatan yang cukup panjang maklum kereta ekonomi saat itu. Setelah keluar dari stasiun, kami berkumpul di depan stasiun mengarah ke kiri dari pintu keluar untuk mencari sarapan pagi dan dekat sebuah mushola di stasiun tepatnya ada terowongan kami sarapan pagi.

Foto: Pendaki Cantik –

Pendakian Dibagi Tiga Kelompok

Baru 5 menit kami duduk, rombongan mahasiswa tersebut menghampiri kami. Mereka ada 18 orang dan yang kami kenali semalam di gerbong hanya Yudha dan Wiwit. Mereka bergabung bersama kami untuk sarapan. Di sela sarapan pagi Yudha menghampiri kami berempat untuk mengajak bergabung menuju Basecamp Bambangan menggunakan mobil dengan biaya patungan. Saya pun mengiyakan ajakannya. Hampir 45 menit setelah sarapan kami berkumpul kembali di depan Stasiun Purwokerto karena mobil yang di sewa belum juga dating. Saya memperhatikan dari depan Stasiun Purwokerto ternyata ada TPU besar sekali menghadap stasiun dan Aming menyolek saya sambil menunjuk arah pemakaman.

Hampir 15 menit menunggu mobil dan akhirnya yang ditunggu datang juga. Ada 2 mobil ukuran sedang jumlah kami semua ada 22 orang jadi dibagi menjadi 2 rombongan. Kami menuju Basecamp Bambangan Gunung Slamet, cuaca yang tadinya cerah mendadak mendung pagi itu. Di tengah perjalanan saya memperhatikan bangunan-bangunan lama di sisi kanan dan kiri, kebetulan saya duduk bersebelahan dengan Wiwit.

Saya memberanikan diri bertanya kepadanya, “mbak temennya Lucia di mobil sebelah ya”

Dan Wiwit pun menjawab “Lucia yang mana?”

Saya pun menjelaskan semalam berpapasan saat di toilet kereta dan teman Wiwit di sebelahnya bernama Wahid bertanya kepada saya “ciri cirinya gimana?”.

Saya jawab “orang nya tinggi semampai, berkulit putih dan bermata agak sipit seperti orang keturunan Tionghoa”. Mereka berdua saling tatap.

Masih di tengah perjalanan menuju basecamp, Wahid menyalakan HT (Walkie Talkie) sepertinya bertanya kepada rombongan di mobil sebelah, setelah tidak ada jawaban mengenai sosok Lucia, saya pun tertidur di dalam mobil sampai terbangun di area basecamp. Sebagian sudah pada turun dari mobil. Saya pun menyusul menuju basecamp, setelah menyelesaikan administrasi di basecamp, saya kembali diajak briefing oleh rombongan mahasiswa. Saya inget ketua rombongannya bernama Johan, mengenalkan saya dan beberapa teman-temannya bahwa hari itu saya masuk ke dalam rombongan mereka untuk melakukan Pendakian ke Gunung Slamet.

Foto: Pendaki Cantik –

Menuju Puncak Slamet via Bambangan

Selesai briefing kita dibagi menjadi 3 kelompok masing-masing 1 kelompok berisi 7 orang dengan 1 orang leader dan 1 orang sweper di bagian belakang. Kebetulan kami berempat mendapat kelompok 1 melakukan pendakian bersama Yudha, Wiwit, Johan dan Wahid berjumlah 8 orang. Waktu menunjukan pukul 12.00 WIB siang cuaca masih sedikit cerah. Selesai sholat dzuhur, kami bergerak menuju Pos 1 (Pondok Gembirung) hampir 1 jam lebih kami lewati tanpa hambatan dan hanya sesekali beristirahat. waktu sudah memasuki pukul 13.30 WIB kami melanjutkan menuju Pos 2 (Pondok Welang). Untuk menuju Pos 2 kami sudah di sambut gerimis kecil dengan trek medan yang lumayan menguras keringat. Hampir 1 jam perjalanan kami tiba di Pos 2 dan gerimis pun belum reda kala itu, tapi di sini lah awal keganjilan dimulai!!

Saat sedang istirahat di Pos 2 sambil menunggu 2 kelompok yang belum sampai, Wiwit tiba tiba berbicara kepada saya mengenai Sosok Lucia dan Wahid pun mulai menginterogasi saya

“Elo beneran ngeliat temen kita bernama Lucia?”.

Saya jawab “iya beneran, masa gw bohong bang”.

Dan Johan langsung menimpali saya “nggak ada rombongan kita yang bernama Lucia”.

Dan gw langsung terdiam sambil menggumam di dalam hati (semalam siapa dong yang ketemu gw di gerbong belakang, dan siapa yang ada di dalam toilet) dan bahu saya ditepuk oleh Polan “Jangan bengong lu, entar kesambet” sambil cenganges-cengenges ke hadapan saya. Semua yang ada di lokasi Pos 2 memperhatikan Polan yang secara tidak sengaja berbicara sompral.

Hampir 10 menit kita istirahat, kelompok ke 2 dan ke 3 tiba juga, kami pun kelompok 1 berdiri semua untuk tanda melanjutkan perjalanan menuju Pos 3. Tapi rombongan kelompok 3 menyahut “nih gara gara Lucia, kita semua ke hambat” sontak kelompok 1 terdiam.

Saya memperhatikan kelompok 2 dan 3 dan yang barusan berbicara keras bernama Amir. Mata saya menatap ke arah mereka semua dan menghitung jumlah rombongan mereka ternyata ada 15 orang dan salah satunya menghadap ke arah pohon sambil menunduk dengan pakaian yang sama dengan mahasiswa. Saya mencoba memperhatikan wajahnya dari samping karena sebagian dari rombongan mereka terduduk semua di Pos 2 kecuali 1 perempuan berdiri menghadap pepohonan.

Perlu diingat rombongan mahasiswa ada 18 orang ditambah dengan rombongan saya ada 4 orang jadi totalnya ada 22 orang, dibagi menjadi 3 kelompok dan masing-masing kelompok berjumlah 7 orang. Dan seharusnya jumlah kelompok ke 2 dan ke 3 adalah 14 orang bukan 15 orang.

Johan pun kemudian memberi aba-aba ke kelompok 1 “Yuk lanjut dah jam berapa nih?”. Kemudian saya pun bergerak bersama ke 3 teman saya di bagian tengah, Wiwit sepanjang perjalanan hanya diam tak bersuara, kecuali 1 teman saya si Polan yang siul-siul sepanjang perjalanan menuju Pos 3.

Foto: Pendaki Cantik –

Alami Kejadian Aneh

Selama perjalanan menuju Pos 3 gerimis bukannya reda tapi makin menjadi. Trek mulai curam dengan air mengalir dari tanjakan-tanjakan diiringi kabut tipis. Hampir 30 menit kita menerabas menuju Pos 3, tiba-tiba Polan teriak dari tengah “Break!!”. Kita semua berhenti dan Polan menunjuk ke arah atas “Itu ada cewek mau turun bawa tas carrier gede, kasih jalan”.

Kita semua menengok arah yang ditunjuk Polan, tapi tidak ada siapa-siapa. Kita semua saling pandang dan Johan pun berpindah ke tengah digantikan Wahid di depan dan Yudha tetap di belakang menyisir kami. Kemudian Johan berbicara ke arah kami berempat “Jaga lisan” sambil menghardik Polan.

Kemudian perjalanan kami lanjutkan kembali hampir 1 jam 30 menit kami tidak sampai-sampai menuju Pos 3, akhirnya kita semua break. Sambil membunyikan peluit panjang Johan mulai gelisah karena waktu hampir masuk pukul 16.20 WIB kami belum tiba di Pos 3. Saat sedang beristirahat menuju Pos 3 sambil menunggu rombongan 2 dan 3, tiba-tiba suara brak bruk brak bruk seperti orang berlari dari bawah, karena kabut makin menebal, jarak pandang kami terbatas.

Dari balik kabut tebal terlihat sosok pendaki wanita dengan kostum sama seperti mahasiswa rombongan kita. Ternyata sosok tersebut sendiri membawa tas ransel menuju kami, wajahnya ditutupi slayer atau bandana berwarna biru-biru batik. Dia tidak berhenti tapi melewati kami semua, dan anehnya kita semua tidak ada yang menyapa sama sekali. Sosok perempuan tersebut sudah ada di atas kami berdiri seperti menunggu aba-aba bareng. Dan Johan pun mengikuti sosok tersebut berjalan dari tengah menuju perempuan tersebut. Kami semua bangun mengikuti Johan yang mulai bergerak mendekati wanita tersebut, tapi saya dan Aming diam sejenak, dan Yudha pun menepuk pundak saya dan Aming “yok lanjut”. Kali ini posisi saya ada di paling belakang. Mengikuti gerak langkah mereka agar tidak tertinggal, rasanya lama sekali perjalanan menuju Pos 3 dan waktu hampir menunjukan pukul 17.15 WIB tapi Pos 3 tidak juga terlihat.

Dari jarak kejauhan saya lihat Johan, Wahid, Wiwit, Bamba, Polan sedang beristirahat. Saya dan Aming serta Yudha menghampiri mereka dan Yudha berbicara ke arah mereka “woiii jam berapa nih”.

Kami semua terdiam karena hari sebentar lagi akan gelap tapi sosok tersebut tidak terlihat diantara kami semua. Dalam kebingungan dan kelelahan, Aming mengambil ranting pohon kering yang tertindih diantara daun-daun yang lembab, Aming membakar kayu tersebut. Saya memperhatikan kelakuan Aming, dia mengeluarkan parafin untuk membuat kayu tersebut awet terbakar. Sambil mendorong bahu saya, Aming ngomong “kita masak aer dulu”.

Saya pun mengeluarkan nesting, kita istirahat sambil menunggu air matang dengan membuat lingkaran. Hampir 15 menit kita semua minum teh hangat buatan Aming, sambil menatap satu sama lain karena ada kejadian yang tidak beres. Saya menyalakan senter dan Bamba menyalakan lampu badai. Hari mulai gelap kita masih terjebak di kabut menuju Pos 3. Selesai minum teh kita bergerak kembali menyusuri jalan. Baru 15 langkah kami bergerak, hentakan kaki terdengar kembali “brak Bruk brak bruk dari arah atas”. Saya menyenteri bagian trek jalanan langkah tersebut makin mendekat dan tiba-tiba kita saling bertabrakan dan berhenti karena Wahid yang berada di depan tiba tiba berhenti melangkah.

Foto: Pendaki Cantik –

Kami saling pandang dan suara langkah berlari tersebut hilang. Namun tiba-tiba saat saya mengangkat muka saya dan menyenteri semua teman-teman, sosok perempuan ada di sisi kanan saya berdiri dan tanpa sengaja saya menyenteri arah bagian bawah tanah. Sosok tersebut memakai sepatu seperti milik tentara tapi sepatu tersebut saat saya senteri dengan lebih jelas dalam keadaan terbalik.

Sosok tersebut diam, saya tidak berani menatap wajahnya. Langkah kaki perempuan tersebut tidak menapak tanah; saya yang menyenteri melihat jelas kaki tersebut mengambang mendekati arah saya yang memegang senter. Dan saat sosok tersebut melewati pundak saya yang masih setengah berdiri, dari balik bajunya antara percaya dan tidak percaya ada tulisan nama “LUCIA”. Sosok tersebut melesat melewati saya.

Saya keringat dingin, jantung berdetak kencang tidak tahu harus berbuat apa, tapi tiba tiba dari balik pundak kiri belakang saya terdengar suara halus, “Jangan berhenti di sini, terus jalan”, tiba-tiba Yudha menarik lengan saya, semua terdiam. Yudha mendorong saya ke tengah bunyi peluit terdengar keras dari arah atas tanda ada seseorang; dibalas oleh Johan membunyikan pluit tersebut. Kami akhirnya berjalan perlahan ditengah ketakutan yang luar biasa. Pukul 18.30 WIB kami akhirnya bertemu rombongan kelompok 2 dan 3 di Pos 3 (Pondok Cemara).

Kelompok 3 yang tadi berteriak bertemu kita di Pos 2 bernama Amir “Johan mana” sambil memapah Johan, Wahid menghela nafas panjang dan berbicara “gw capek” berulang-ulang disaksikan semua kelompok kemudian Yudha bersitegang dengan Wahid “jaga omongan lu!!

Kita harus terus melintas sampai Pos 5, apapun yang lu saksikan di Pos 4 (SAMARANTU) langsung bablas aja, malam ini kita nge camp di Pos 5 (Samyang Rangkah). Setelah beristirahat 30 menit kita lanjutkan perjalanan menuju Pos 4 (SAMARANTU), tidak ada hambatan apapun menuju Pos 4 sampai pukul 20.00 WIB kami memasuki area Pos 4. Tidak ada satu pun tenda yang berdiri di Pos 4 walaupun lokasinya cukup untuk mendirikan tenda, tapi kejadian aneh tiba-tiba kembali terjadi.

Berjuang Keluar dari Pos Samarantu

Wiwit yang dari tadi terdiam selama pendakian saat masuk ke Pos 4 tiba-tiba membanting tas ranselnya, dia melenggak lenggok seperti orang menari-nari tubuhnya lentur dengan jemari layaknya penari yang professional. Wahid mengatasi keadaan dengan memegang tubuh Wiwit tapi terpental ke arah pepohonan.

Semua yang berada di lokasi segera membantu Wahid, dan tiba-tiba Wiwit jatuh dan pingsan di tanah, kami semua berebut membantu Wiwit. Dan Yudha segera melepas tasnya dan menggendong Wiwit di pundaknya sambil berbicara “Bawain tas gw, inget tadi apa yang gw omongin di bawah”. Akhirnya kita berlomba-lomba berjalan secara cepat melintasi Pos 4.

Suasana mencekam saat kita akan meninggalkan Pos 4. Dan tiba-tiba ada suara rintihan tangis perempuan keras di dekat papan penunjuk Pos 4 di sela-sela pepohonan. Semua yang berada di Pos 4 mendengarnya, saya menundukkan kepala tidak mau melihat apa yang terjadi dengan berjalan berdesak-desakan melewati Pos 4 sosok wanita berkaki terbalik ada kembali tepat di samping kanan bahu saya.

Bukan hanya saya yang melihat, Aming pun memegangi lengan kiri saya berpindah tempat karena ketakutan melihat sosok wanita berkaki terbalik. Tidak ada satu suara pun melainkan gerak langkah kaki semua yang terburu-buru karena ketakutan ingin segera melewati Pos 4.

Foto: Pendaki Cantik –

Bergantian Berjaga Sebelum Summit

Sosok perempuan tersebut masih berada di sisi pundak kanan saya sampai akhirnya berbelok ke kanan dan melesat meninggalkan kami semua. Hampir 45 menit kita berjalan akhirnya kami semua sampai di Pos 5 dan langsung mendirikan tenda. Waktu sudah masuk pukul 21.00 WIB lebih. Kami semua kelelahan dan ketakutan. Sambil menunggu pagi, kita bergantian menjaga tenda ada yang tertidur ada yang bergadang, tapi kami berempat tidak bisa tidur sampai pagi tiba.

Tidak ada kejadian apapun di pos 5 sampai pagi tiba. Menjelang subuh pukul 05.00 WIB saya tertidur dan terbangun pukul 07.00 WIB karena hujan relatif sedang. Pukul 08.00 WIB hujan sudah reda, kami semua berkemas untuk melanjutkan perjalanan menuju Pos 7 (Samyang Kendit) tidak ada kendala apapun saat kami melewati Pos 6 sampai Pos 7. Kami mendirikan tenda kembali untuk bermalam karena belum melakukan Summit attack sampai Puncak.

Akhirnya diputuskan kita beristirahat sambil menunggu subuh. Keeesokan harinya sebagian dari kita berjumlah 15 orang melakukan summit attack ke Puncak Slamet. Banyak bebatuan curam, tajam dan terjal menuju Puncak Slamet. Dan di hari yang sama kita semua setelah melakukan muncak turun di siang hari dan selamat sampai Basecamp Bambangan sore sebelum maghrib.

Foto: Pendaki Cantik –

Jangan Ucapkan Kata “CAPEK”

Sampai di basecamp kami semua bertemu bapak-bapak berpakaian pemburu. Mereka mendekati kami semua. Ada sedikit pembicaraan diantara kami semua, sepertinya bapak-bapak tersebut mengetahui kejadian yang menimpa kami semua karena sampai 2 malam berturut-turut rombongan kita belum turun.

Dan menurut beberapa warga setempat apa yang saya lihat tentang wanita kaki terbalik dan terror-teror mulai dari Pos 2 menuju Pos 3 ada suatu kesalahan diantara kami. Salah satu pantangan yang tidak boleh dilanggar di gunung Slamet adalah tidak boleh mengucapkan kata CAPEK dan tidak boleh buang hajat sembarangan.

Foto: Pendaki Cantik –
Share.
Exit mobile version