Pendakicantik.com – Gas beracun yang dikeluarkan gunung berapi sebenarnya sangat berbahaya bagi keselamatan dan kesehatan para pendaki.
Di Indonesia masih banyak gunung berapi yang aktif. Memilih kegiatan di alam bebas tentu penuh dengan resiko.
Baca Juga: Perasaan Cemburu Dapat Bawa Dampak Positif buat Perempuan
Salah satu ancaman bahaya yakni aktivitas gunung berapi yang sering kali mengeluarkan gas beracun.
Gas Beracun Gunung Berapi yang Berbahaya untuk Keselamatan Pendaki
Terkadang ancaman ini sering diabaikan begitu saja oleh para pendaki karena minimnya pengetahuan tentang hal-hal seperti itu.
Tiga gas beracun yang sering dikeluarkan gunung berapi yang sangat berbahaya bagi keselamatan
Pertama, Solfatara
Solfatara adalah gas sulfur atau belerang yang keluar dari dalam bumi. Solfatara sangat mudah dikenali karena baunya seperti telur busuk. Jika dalam tingkat konsentrasi tinggi dapat berbahaya bagi mahluk hidup.
Asap Solfatara biasa ditemukan saat berada di kawah gunung berapi. Salah satu yang terkenal mempunyai konsentrasi solfatara tinggi yakni di Gunung Ijen. Di Ijen sendiri, kematian akibat menghirup gas Solfatara dalam jumlah banyak beberapa kali santer terdengar.
Jika hendak berkunjung ke tempat dengan konsentrasi solfatara yang tinggi, disarankan menggunakan kacamata, masker, terlebih masker N95 atau masker respirator dan menghindari kontak langsung pada asap-asap yang menyembul keluar.

Kedua, Fumarol
Fumarol adalah hembusan gas vulkanik yang banyak mengandung uap air (H2O). Gas ini berasal dari air yang terdapat dicelah bebatuan atau dipermukaan bumi, kemudian terpanaskan oleh lava atau magma sehingga terpancar keluar sebagai uap panas.
Walaupun sering dianggap tidak beracun, ternyata Fumarol mengandung karbon dioksida yang berbahaya jika terhirup berlebihan.
Ketiga, Mofet
Mofet adalah hembusan gas vulkanik yang mengandung karbon monoksida. Tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan berakibat fatal jika terhirup dalam jumlah besar.
Konsentrasi gas beracun ini meningkat di dalam kawah pada saat gunung meletus, cuaca mendung, hujan, dan tidak ada angin. Maka sangat tidak disarankan berlama-lama di areal kawah saat tanda-tanda alam yang mempengaruhi peningkatan gas itu muncul.
Para ahli mengatakan bahwa seseorang yang meninggal karena keracunan gas Karbon Monoksida (CO) dianggap terkena “silent killer”.
Penderita biasanya merasa rileks dan berhalusinasi, mirip seperti penggunaan narkoba. Penderita keracunan ini sangat jarang bisa menyelamatkan diri dari kondisi yang penuh dengan gas CO. Bahkan kematian yang diakibatkan oleh keracunan gas CO dianggap sebagai “mati indah”.
Baca Juga: Dedi Satrio, Pendaki Asal Solo Meninggal di Pos 3 Gunung Lawu
Cara Pencegahan dan Pertolongan terhadap Pendaki atau Pengunjung yang Menghirup Gas Beracun
Secara umum, gejala awal seseorang keracunan 3 gas beracun adalah
- Mual
- Muntah-muntah
- Lelah
- Batuk-batuk
- Pusing
- Pandangan kabur
- Kehilangan keseimbangan tubuh
- Pingsan

Pertolongan pertama jika seseorang keracunan 3 gas di atas antara lain:
- Membawa penderita ke tempat berudara segar dan pastikan penderita dalam keadaan hangat
- Pastikan penderita masih bernafas dengan cara check pada hidung, nadi, dan denyut jantung
- Longgarkan pakaian penderita agar mudah bernafas
- Memberikan asupan oksigen murni (oksigen botol perlengkapan wajib saat mendaki)
- Lakukan pernapasan buatan jika diperlukan. Perlu berhati-hati saat memberikan nafas buatan. Jangan sampai gas yang sudah terhirup penderita terhirup juga oleh penolong.
Saat berada di areal kawah atau spot lain yang memiliki aktifitas vulkanik tidak diperkenankan berdiam diri dalam jangka waktu yang lama, mendekati semburan gas, merusak spot semburan gas serta berada di areal yang terjangkau gas vulkanik saat meletus, cuaca mendung, hujan dan tidak ada angin.