Pendakicantik.com – Candi Cetho sebagai salah satu candi agama Hindu yang dibuat pada zaman kerajaan Majapahit. Secara administratif, candi ini ada di Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa tengah.
Keindahan panorama latar pegunungan yang hijau ciri khas hutan tropis dan situasi yang masih asri dan megahnya bangunan warisan sejarah akan membuat pengunjung yang bertandang ke tempat ini akan rasakan kesan yang tidak biasa.
Ditambah lagi, candi ini berada di atas awan karena ada pada ketinggian 1496 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Candi Cetho – Karanganyar
Candi Cetho yang tempati posisi ketiga candi paling tinggi di Indonesia dengan ketinggian 1.496 mdpl, sesudah kompleks Candi Dieng dengan ketinggian 2.000 mdpl, dan Candi Kethek yang berjarak cuma 300 meter dari cheto dengan ketinggian 1.500 mdpl.
History Candi Cetho
Asal Muasal Nama dan Pembuatan
Candi Cetho dibangun pada masa pemerintahan Raja Brawijaya V di zaman Majapahit. Konon nama Cetho dalam bahasa Jawa berarti jelas, digunakan sebagai nama dusun tempat candi ini berada karena dari Dusun Cetho orang dapat dengan jelas melihat ke berbagai arah.
Dari tulisan yang ditemukan di lokasi candi, diketahui bahwa candi ini dibangun sekitar tahun 1451-1470; pada masa akhir pemerintahan Kerajaan Majapahit.
Candi Cetho merupakan candi Hindu yang dibangun untuk tujuan ruwatan atau upaya penyelamatan dari malapetaka dan berbagai bentuk tekanan akibat kekacauan yang sedang berlangsung kala itu.
Baca Juga: Traveling Menjadi Momen Terbaik Untuk Membentuk Karaktek Seseorang
Awal Penemuan
Kompleks Candi Cetho pertama kali ditemukan oleh Van der Vlis pada tahun 1842. Selanjutnya bangunan bersejarah itu banyak mendapat perhatian para ahli purbakala seperti W.F. Sutterheim, K.C. Crucq, N.j. Krom, A.J. Bernet Kempers, dan Riboet Darmosoetopo.
Pada tahun 1928 Dinas Purbakala mengadakan penelitian melalui penggalian untuk mencari bahan-bahan rekonstruksi yang lebih lengkap. Bangunan yang ada saat ini, termasuk bangunan-bangunan pendapa dari kayu, merupakan hasil pemugaran yang dilakukan pada akhir tahun 1970-an.
Ketika ditemukan keadaan candi ini merupakan reruntuhan batu pada 14 teras/punden bertingkat, memanjang dari barat (paling rendah) ke timur, meskipun pada saat ini tinggal 13 teras, dan pemugaran dilakukan pada sembilan teras saja. Strukturnya yang berteras-teras (“punden berundak”) memunculkan dugaan akan sinkretisme kultur asli nusantara dengan Hinduisme.
Dugaan ini diperkuat oleh aspek ikonografi. Bentuk tubuh manusia pada relief-relief menyerupai wayang kulit, dengan wajah tampak samping tetapi tubuh cenderung tampak depan. Penggambaran serupa, yang menunjukkan ciri periode sejarah Hindu-Buddha akhir, ditemukan di Candi Sukuh.

Rute Menuju Candi Cetho
Candi Cetho berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar. Untuk menuju ke kawasan ini bisa dibilang susah-susah gampang.
Wisatawan yang berasal dari Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta bisa menuju kearah Solo. Dari sini wisatawan menuju ke arah karanganyar yang menjadi tempat berdirinya Candi.
Mitos dan Misteri
Tes Keperjakaan
Mitos Candi Cetho satu ini cukup unik, di mana kamu bisa mengetes keperjakaan di sini. Menurut kepercayaan yang beredar, bila orang yang belum menikah dan belum melakukan hubungan intim akan dengan mudah melalui anak tangga puncak piramida.
Namun, jika orang itu sudah pernah melakukan hubungan intim, maka orang itu akan terlebih dulu kencing di tempat sebelum berhasil masuk ke piramida.
Baca Juga: Traveling Menjadi Momen Terbaik Untuk Membentuk Karaktek Seseorang
Pasar Ghaib Gunung Lawu
Salah satu yang menjadi mitos dan misteri adalah keberadaan pasar setan. Salah satu jalur pendakian Gunung Lawu adalah kawasan Candi Cetho ini, selain jalur jalur pendakian lain diantaranya Cemoro Sewu dan Cemoro Kandang yang lebih akrab di telinga para pendaki.
Jalur pendakian Gunung Lawu melalui Candi Cetho ini sangat sulit dan dihadapkan pada medan yang ekstrim. Selain itu, adanya misteri yang cukup mengerikan di mana sering terdengar suara-suara keramaian seperti kerumunan orang di pasar sedang melakukan kegiatan tawar menawar dan jual beli. Entah makhluk apa yang menjadi penunggu Candi Cetho.
Larangan dan Pantangan
Sebagai pendatang atau wisatawan memiliki pantangan untuk berbicara tidak baik atau sembarangan. Kesopanan perlu dijaga agar semuanya tetap berjalan kondusif.
Pantangan lain di Candi Cetho ini adalah tidak boleh memasuki area candi tanpa memakai kain khusus yang sudah disediakan. Ini dimaksudkan untuk menghormati tempat tersebut sebagai tempat ibadah agama Hindu.

Tiket Masuk dan Fasilitas
Harga tiket masuk untuk kawasan ini terbilang cukup terjangkau. Pengunjung hanya membayar tiket sebesar Rp 7.000 saja untuk wisatawan dalam negeri dan Rp 25.000 untuk wisatawan luar negeri. Wisatawan juga akan mendapatkan kain Poleng. Kain ini berfungsi untuk menghormati kesucian candi. Dimana, candi ini juga dipakai untuk sarana peribadatan.
Wisatawan juga bisa merasakan berbagai macam kuliner yang tersedia di samping candi atau lebih tepatnya berada di pintu keluar. Makanan dan minuman yang tersedia dijual dengan harga yang terjangkau.
Pihak pengelola juga menyediakan tempat penginapan bagi pengunjung yang ingin bermalam. Kisaran harga penginapan per malan yaitu antara Rp 50.000 – Rp 200.000.
Lokasi penginapan berada tepat di bawah Candi Cetho. Satu kamar bisa berdua dengan kondisi kamar yang bersih dan nyaman.