#PendakiCantik – Gunung Everest tercatat sebagai salah satu gunung yang rutin memakan korban jiwa. Pada tahun 2019 saja ada setidaknya 11 orang pendaki meninggal disana.

Hal yang tidak kalah mengerikan di gunung tertinggi di dunia ini adalah adanya pendaki yang meninggal saat mengantri menuju puncak.

Simak saja kisah tragis yang dialami oleh pendaki asal India bernama Nihal Bagwan (27). Nihal meninggal usai terjebak selama 12 jam dalam antrian bersama pendaki lain saat menuju ke puncak.

Mengapa ada begitu banyak korban meninggal saat mendaki Everest?

Alasan Mengapa Banyak Orang Meninggal di Gunung Everest
Foto: Pendaki Cantik – Instagram/@wildbonde

Gunung Everest berada di ketinggian 8.848 meter di atas permukaan laut dan berbahaya jika pendaki kurang pengetahuan atau persiapan sebelum mendaki.

Mengutip dari Live Science, pendaki bisa mulai merasakan ‘mountain sickness’ atau penyakit ketinggian di tahap 2.500 meter atau masih jauh di bawah.

Menurut Dr. Andrew Luks dari University of Washington School of Medicine, Acute mountain sickness (AMS) tidak fatal tapi bisa membuat pendaki merasa kepayahan. AMS menimpa 77% pendaki yang mendaki ketinggian antara 1.850 sampai 5.895 meter.

Terkena AMS, pendaki akan merasa mual, muntah, sakit kepala dan lemah lesu. AMS bisa dicegah antara lain dengan minum obat dan berhenti dulu mendaki.

Jika gejala tak kunjung sembuh dalam satu atau dua hari, Luks menyarankan pendaki turun gunung saja.

Penyakit Serius Lainnya

Alasan Mengapa Banyak Orang Meninggal di Gunung Everest
Foto: Pendaki Cantik – Instagram/@arsene_espa

Penyakit lebih serius misalnya High-altitude cerebral edema (HACE) yang membuat otak bengkak serta High-altitude pulmonary edema (HAPE) di mana cairan muncul di jantung. Kondisi tersebut langka tapi bisa mematikan.

HACE berdampak pada 1% orang yang mendaki lebih dari 2987 meter. Sekali otak bengkak, pendaki bisa kehilangan keseimbangan, menurun kondisi mentalnya atau merasa sangat lelah. Bahkan bisa berujung pada koma. Banyak penderita HACE dimulai dari AMS.

Penderita HACE harus turun secepat mungkin dan jika perlu, diberi suplemen oksigen. Adapun HAPE melanda 8% pendaki di ketinggian antara 2.500 sampai 5.500 meter.

Jika cairan menumpuk di jantung, bisa membuat gerakan melambat, dan batuk-batuk.

Kelelahan

Alasan Mengapa Banyak Orang Meninggal di Gunung Everest
Foto: Pendaki Cantik – Instagram/@donbowie

Kondisi di Everest diperparah dengan antrean panjang. Dan selain penyakit yang sudah disebutkan, hyportemia, beku, dan kelelahan bisa membuat pendaki makin menderita.

Menurut Dr. Luks semakin lama seseorang berada di ketinggian, makin besar risikonya. Dan jika mereka tidak bisa turun karena antrean panjang di pegunungan, susah bagi mereka mendapat pengobatan.

Saat mengantre itulah, pendaki mungkin tidak makan, minum atau tidur. Mereka juga banyak memakai supai oksigen berharga. Diperparah lagi meski kondisinya buruk, pendaki tetap ingin menuju puncak.

Saran Dr. Luks

Alasan Mengapa Banyak Orang Meninggal di Gunung Everest
Foto: Pendaki Cantik – Instagram/@ellenseptiane

Kelalaian ini menurutnya akan berakibat fatal, padahal kondisi tubuh yang tidak sehat atau kelelahan sangatlah tidak ideal jika dipaksakan untuk terus mendaki.

Dr. Luks menyarankan agar para pendaki selalu bersabar saat mendaki gunung apalagi sekelas Gunung Everest. Jika kondisi tidak memungkinkan, pendakian bisa dibatalkan untuk alasan keselamatan.*

Share.